Ternyata Kerinci Pernah Berperang
A.Pemerintahan
Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh
kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin yang jabatannya yaitu Depati dan Ninik Mamak. Dibawah Depati ada Permenti (Rio, Datuk dan Pemangku) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat. Wilayah Depati Ninik Mamak disebut ‘ajun arah’. Struktur pemerintahan Kedepatian:
Satu kelompok masyarakat di dalam satu kesatuan dusun dipimpin oleh
kepala dusun, yang juga berfungsi sebagai Kepala Adat atau Tetua Adat. Adat istiadat masyarakat dusun dibina oleh para pemimpin yang jabatannya yaitu Depati dan Ninik Mamak. Dibawah Depati ada Permenti (Rio, Datuk dan Pemangku) merupakan gelar adat yang mempunyai kekuatan dalam segala masalah kehidupan masyarakat adat. Wilayah Depati Ninik Mamak disebut ‘ajun arah’. Struktur pemerintahan Kedepatian:
1. Depati Empat Pemangku Lima Delapan
Helai Kain Alam Kerinci, berpusat di Rawang;
2.
Depati Empat Tiga Helai Kain, berpusat di Pulau
Sangkar;
3.
Pegawe Rajo Pegawe Jenang Suluh Bindang Alam Kerinci, berpusat di Sungai Penuh;
4.
Siliring Panjang atau Kelambu Rajo, berpusat di Lolo;
5.
Tigo Luhah Tanah Sekudung, Siulak;
6. Lekuk Limo Puluh Tumbi, bepusat di Lempur;
Kekuatan Depati menurut adat dikisahkan memenggal
putus, memakan habis, membunuh mati. Depati mempunyai hak yang tertinggi untuk
memutuskan suatu perkara. Dalam dusun ada 4 pilar yang disebut golongan 4
jenis, yaitu golongan adat, ulama, cendekiawan dan pemuda. Keempat pilar
ini merupakan pemimpin formal sebelum belanda masuk Kerinci 1903. Sesudah tahun
1903, golongan 4 jenis berubah menjadi informal leader. Pemerintahan
dusun(pemerintahan Depati) tidak bersifat otokrasi. Segala masalah dusun, anak
kemenakan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.
Ninik Mamak mempunyai kekuatan menyelesaikan masalah
di dalam kalbunya masing-masing. Dusun terdiri dari beberapa luhah. Luhah
terdiri dari beberapa perut dan perut terdiri dari beberapa pintu, didalam
pintu ada lagi sikat-sikat. Bentuk pemerintahan Kerinci sebelum kedatangan
Belanda dengan system demokrasi asli, merupakan system otonomi murni. Eksekutif
terdiri dari Depati dan Ninik Mamak. Legislatif adalah Orang Tuo Cerdik Pandai
sebagai penasihat pemerintahan. Depati juga mempunyai kekuasaan menghukum dan
mendenda diatur dengan adat yang berlaku dengan demikian dwi fungsi Depati ini
adalah sebagai Yudikatif dusun. Ini berlaku sampai sekarang, untuk pemerintah
desa pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang dipergunakan untuk kepentingan
memperkuat penjajahannya di Kerinci.
B. Hubungan
Kekerabatan
Masyarakat Kerinci menarik garis keturunan secara
matrilineal, artinya seorang yang dilahirkan menurut garis ibu menurut suku
ibu. Suami harus tunduk dan taat pada tengganai rumah, yaitu saudara laki-laki
dari istrinya. Dalam masyarakat Kerinci perkawinan dilaksanakan menurut adat
istiadat yang disesuaikan dengan ajaran agama Islam. Hubungan kekerabatan di
Kerinci mempunyai rasa kekeluargaan yang mendalam. Rasa sosial,
tolong-menolong, kegotongroyongan tetap tertanam dalam jiwa masyarakat Kerinci.
Antara satu keluarga dengan keluarga lainnya ada rasa kebersamaan dan
keakraban. Ini ditandai dengan adanya panggilan-panggilan pada saudara-saudara
dengan nama panggilan yang khas. Karena antar keluarga sangat peka terhadap
lingkungan atau keluarga lain. Antara orang tua dengan anak, saudara perempuan
seibu, begitupun saudara laki-laki merupakan hubungan yang potensial dalam
menggerakkan suatu kegiatan tertentu.
C. Hubungan
Kemasyarakatan
Struktur kesatuan masyarakat Kerinci dari besar sampai
yang kecil, yaitu kemendapoan, dusun, kalbu, perut, pintu dan sikat. Dalam
musyawarah adat mempunyai tingkatan, pertimbangan dan hukum adat, berjenjang
naik, bertangga turun, menurut sko yang tiga takah, yaitu sko Tengganai, sko
Ninik Mamak dan sko Depati.
Perbedaan kelas dalam masyarakat Kerinci tidak begitu
menyolok. Stratifikasi sosial masyarakat Kerinci hanya berlaku dalam kesatuan
dusun atau antara dusun pecahan dengan dusun induk. Kesatuan ulayat negeri atau
dusun disebut parit bersudut empat. Segala masalah yang terjadi baik masalah
warisan, kriminal, tanah dan sebagainya selalu disesuaikan menurut hukum adat
yang berlaku.
D. Hubungan
Kerinci Dengan Dunia Luar
Sejak zaman prasejarah Kerinci telah terbuka dan
mempunyai hubungan dengan daerah luar, dibuktikan dengan penemuan bejana
perunggu yang berbentuk seperti periuk, langseng dan gepeng. Bentuk dan ukiran
bejana tersebut sama dengan yang ditemukan di pulau Madura. Ukiran kedua bejana
tersebut sangat indah, hiasan ukiran berupa gambar-gambar geometris dan
berpilin mirip huruf “J”.
Persumpahan di Bukit Setinjau Laut Lunang antara
Kerinci, Jambi dan Indrapura (Minangkabau) merupakan jalinan persahabatan yang
akrab antara tiga kerajaan tersebut. Persumpahan itu membicarakan masalah
saling bantu membantu antara satu daerah dengan daerah lain, baik sosial ekonomi
maupun bidang pertahanan.
Pesisir Andalas diduduki Belanda pada tahun
1666 M, kemudian pada tanggal 19 Agustus 1781 Pesisir Barat Sumatra diduduki
oleh Inggris, kemudian pada 1819 Inggris mengembalikan lagi kepada Belanda.
Pada waktu itu penduduk Kerinci telah banyak yang berdagang ke luar daerah
seperti Muko-muko, Tapan, Indrapura, Bangko dan Jambi dengan membawa hasil
pertanian seperti kopi, beras dan hasil bumi lainnya. Banyak pula yang merantau
ke Tanah Seberang atau Semenanjung Malaya dan seterusnya mereka menunaikan
ibadah haji dari Malaya ke Makkah.
E. Perang
Kerinci Tahun 1901 – 1903
Belanda berupaya mencari jalan ke Kerinci. Mula-mula
pada tahun 1900 dari Muko-muko dikirim pasukan Belanda mengadakan patroli di Bukit
Setinjau Laut. Di puncak Gunung Raya Belanda mendirikan sebuah pesangrahan
dan memasang satu tanda sebagai peringatan kedatangan mereka. Setelah diketahui
adanya Belanda yang akan menyerang Kerinci, maka rakyat Kerinci menjadi gempar
dan marah, karena orang Belanda yang datang itu di anggap kafir, Penduduk
Kerinci 100% penganut Islam, tentu kedatangan Belanda tidak disukai. Pertempuran
pertama di Renah Manjuto berkecamuk antara hulubalang Kerinci dengan
pasukan Belanda di bawah pimpinan Depati Parbo. Akibat pertempuran itu
di bawah komando Depati Parbo korban dipihak Belanda banyak sekali hingga
mereka gagal memasuki kerinci. Ketika itulah pada tahun 1901 Perang Kerinci
melawan penjajahan Belanda dimulai. Pada bulan Oktober 1901, 120 orang pasukan
belanda berada di Indrapura bersiap menyerang Kerinci. Pada bulan Maret 1902,
500 orang pasukan Belanda di bawah Komandan Bolmar mendarat di Muaro Sakai,
Tuanku Regen sebagai penunjuk jalan masuk Kerinci. Belanda menyerang dari tiga
jurusan:
1. dari
Renah Manjuto;
2. dari Koto Limau Sering;
3. dari Temiai.
2. dari Koto Limau Sering;
3. dari Temiai.
Perang hebat terjadi di tiga tempat tersebut. Setelah
koto Limau Sering dikuasai, pasukan Belanda turun memasuki ke lembah Kerinci.
Dalam perang di Pulau Tengah yang di pimpin oleh seorang ulama terkenal masa
itu yakni Haji Ismail dan wakilnya Haji Husin, telah bergabung
pula para hulubalang dari dusun-dusun lainnya di Kerinci. Itulah sebabnya dalam
sejarah perang Kerinci, pertempuran didusun ini merupakan pertempuran yang
tersengit dan terlama (lebih kurang tiga bulan). Pulau Tengah diserang oleh
Belanda sejak tanggal 27 Maret 1902 dari 3 jurusan, yaitu:
1. dari
jurusan Timur; Sanggaran Agung – Jujun;
2. dari jurusan Utara; Batang Merao – Danau Kerinci;
3. dari jurusan Barat; Semerap –Lempur Danau.
2. dari jurusan Utara; Batang Merao – Danau Kerinci;
3. dari jurusan Barat; Semerap –Lempur Danau.
Serangan terakhir untuk Pulau Tengah dilakukan Belanda
pada tanggal 9-10 Agustus 1903 dengan membakar Dusun Baru, perlawanan rakyat
dapat mereka selesaikan. Setelah Pulau Tengah jatuh ketangan belanda tanggal 10
Agustus 1903, yang mana pada hakekatnya perang Kerinci telah selesai, namun
perlawanan kecil masih terjadi di sana-sini. Terakhir pasukan Belanda
menjatuhkan serangan ke Lolo, markas panglima Perang Kerinci Depati Parbo.
Pertempuran selama 5 hari di sini, dan
akhirnya Belanda dapat membujuk Depati Parbo mengadakan perundingan damai.
Dalam perundingan inilah Depati Parbo di tangkap dan di buang ke Ternate,
Setelah Kerinci aman pada tahun
1927,atas permohonan kepala-kepala Mendapo di Kerinci kepada Pemerintah
Belanda, Depati Parbo dibebaskan dan kembali ke Kerinci.
F. Kerinci
Setelah Perang Depati Parbo
Setelah
perang Kerinci selesai, terbentuklah system pemerintahan Kolonial Belanda.
Tahun 1916 Onder Afdelling Kerinci dibagi 3 Onder Distrik yaitu:
1. Onder
Distrik Kerinci Hulu dengan ibu kota berkedudukan di Semurup.
2. Onder Distrik Kerinci Tengah dengan ibu kota berkedudukan di Sungai Penuh.
3. Ondre Distrik Kerinci Hilir berkedudukan di Sanggaran Agung.
2. Onder Distrik Kerinci Tengah dengan ibu kota berkedudukan di Sungai Penuh.
3. Ondre Distrik Kerinci Hilir berkedudukan di Sanggaran Agung.
Pada tahun 1922 Kerinci menjadi Afdelling Kerinci
Painan dalam Kepresidenan
Sumatra
Barat, Belanda menyadari bahwa kekuasaan tokoh-tokoh adat di dusun-dusun
dibutuhkan. Tokoh adat ini digunakan oleh Belanda untuk memperkuat penjajahan
di Kerinci. Belanda membentuk pemerintahan kemendapoan.
Kemendapoan langsung di bawah Onder Distrik yang tiga tadi. Dibawah Kemendapoan
terdapat pemerintahan dusun-dusun atau Kepala Dusun dan dibawahnya ada Ninik
Mamak. Pemerintahan Kemendapoan tetap berjalan sampai dikeluarkannya UU Nomor 5
Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, dengan keluarnya UU ini berakhirlah
pemerintahan Kemendapoan di Kerinci.
G.
Organisasi Yang Ada di Kabupaten Kerinci
Di Kerinci
sejak penjajahan Belanda dan Jepang, ada dua organisasi besar yang banyak
pengikutnya, yaitu:
1)
Organisasi Muhammadiyah / Aisyiah dan organisasi kepanduannya Hizbulwatan.
2) Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
2) Organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
Organisasi Muhammadiyah Aisyiah masuk ke Kerinci
tahun1938 dibawa oleh Buya Zainal Abidin Syuib yang berasal dari daerah
Sumatera Barat. Sebagian besar penduduk Kerinci adalah menjadi anggota
Muhammadiyah / Asyiah dan yang lainnya adalah menjadi anggota Organisasi
Tarbiyatul Islamiyah (PERTI). Kedua organisasi ini sejak penjajahan
Belanda, terlebih-lebih pada zaman Kemerdekaan RI menjadi pelopor kemajuan Umat
Islam di Kerinci. Setelah berjalannya Pemerintahan RI (sesudah pemulihan
kedaulatan) banyak sekali para ulama dan pemimpin-pemimpin rakyat menjadi
anggota pemerintahan dan anggota DPRD Kabupaten Kerinci.
H.
Kedatangan Jepang
Pada awal bulan Maret 1942 Jepang menyerbu ke
Indonesia. Setelah Jepang memasuki daerah Sumatra Barat, maka pemuda A. Thalib
pulang ke daerah kelahirannya yaitu Kerinci sewaktu Jepang membentuk “Pemuda
Nippon Raya” yang berada dibawah pimpinan Khatib Sulaiman untuk daerah Sumatra
barat, maka A.Thalib juga berusaha untuk membentuk ”Pemuda Nippon raya” untuk
daerah Kerinci.
I. Sikap Rakyat Terhadap Jepang
I. Sikap Rakyat Terhadap Jepang
Setelah Jepang menduduki Kerinci, Pemerintahan Militer
Angkatan Darat dilaksanakan di Kerinci. Pemerintahan di Kerinci dikepalai oleh
seorang Kepala Pemerintan yang disebut Busutzo. Pusat Pemerintahan pada masa
itu dirumah bekas Konteler Belanda, sedangkan pasukan Jepang bermarkas dilokasi
Kodim 0417 Kerinci sekarang. Keadaan sosial ekonomi rakyat Kerinci mulai
dikuasai, termasuk pembatasan hak terhadap menjalankan syariat Islam serta
penindasan terhadap ekonomi rakyat. Rasa takut yang sangat terhadap Kempetai
Jepang, terkenal dengan sebutan MP Jepang melumpuhkan semangat dan mentalitas
rakyat Kerinci.
Dibawah pemerintahan Militer Jepang keadaan pendidikan
di Kerinci hanya bertujuan untuk mendidik pemuda kader Jepang.dibawah
pemerintahan Militer yang keras rakyat Kerinci dibawa Jepang kepada satu
tujuan, yaitu untuk memenangkan perangnya melawan pasukan sekutu. Dibawah
penindasan Pemerintahan Militer Jepang, rakyat Kerinci sangat menderita dan
perekonomiannya hancur luluh. Padi rakyat diambil Jepang ditengah sawah atau
dipaksa dikeluarkan dari lumbung untuk makanan serdadu Jepang. Dengan adanya
perampasan itu maka rakyat Kerinci kekurangan beras.
Penjelasan dan berita bahwa Indonesia akan merdeka
didapat dari pasukan Jepang yang pulang ke Kerinci. Mendengar hal itu pada
pertengahan tahun 1945 golongan ulama, adat, cerdik pandai di Kerinci mulai
giat melaksanakan persiapan mencari siasat untuk merebut kekuasaan dari tangan
Jepang.
KERINCI MASA PROKALAMASI DAN
PENYERAHAN KEDAULATAN
Proklamasi kemerdekaan RI di ketahui di kerinci
tanggal 23 Agustus 1945, setelah utusan dari Padang menemui H. Muchtaruddin
menyerahkan salinan teks Proklamasi. Tanggal 24 Agustus 1945 (jum’at pagi)
rapat diadakan di kediaman A. Thalib Tyui (di rumah Nek Siin). Pada hari
jum’at tanggal 24 Agustus 1945 bendera merah putih untuk pertama kalinya di
kibarkan di puncak Masjid Raya Sungai Penuh oleh A. Thalib mantan Tyui
(Letnan satu) Gyu-Gun. Sabtu tanggal 25 Agustus 1945 di adakan pengibaran
bendera merah putih secara resmi dilapangan Sungai Bungkal (sekarang kantor
DPRD Kerinci) dan di belakang asrama ex Jepang (sekarang kantor kodim 0417
Kerinci) Komite Nasional Indonesia (KNI) wilayah kerinci dibentuk pada
pertengahan bulan September 1945 dengan ketuanya H. Adnan Thalib, berdasarkan keputusan
Panitia Persiapan Kemerdekaan tanggal 22 Agustus 1945. Pada akhir bulan
Desember 1945 A. Adnan Thalib diangkat oleh Presiden Sumatra Barat menjadi
Demang (Wedana), maka ketua KNI di jabat oleh wakil ketua H. muchtaruddin.
Setelah keluarnya maklumat Wakil Presiden RI No. X tanggal 16-10-1945, realisasi maklumat Pemerintah tanggal 3-11-1945, berdirilah partai politik di Kerinci. Pada penghujung tahun1945, terbentuklah Laskar Rakyat di daerah Kerinci. Sementara itu dengan makin gawatnya situasi akibat tindakan Belanda yang bertentangan dengan persetujuan Lingkarjati, maka pemerintah Indonesia mengambil kebijakan antara lain mempersatukan semua pejuang bersenjata dibawah ini satu komando. Dengan penetapan Presiden RI tanggal 3 Juni 1947 seluruh pejuang bersenjata harus berada dalam satu wadah dan TRI di rubah menjadi TNI ( Tentara Nasional Indonesia), semua kelaskaran di bubarkan bergabung dengan TNI.
Pada tanggal 21 Agustus 1945 bala tentara Jepang Batalion Akiama Syose yang pada mulanya berkedudukan di Bukit Putus Tapan secara mendadak pindah ke Kerinci ( Sungai Penuh) dan sebagian pasukan ini di tetapkan di daerah Kayu Aro. Pada tanggal 23 Agustus 1945 A. Thalib menemui Akiyama Syose, kKomandan Pasukan Jepang itu, untuk berunding mengenai penyerahan persenjataan Jepang pada pemerintan RI. Tetapi amat di saying kan perundingan itu tidak berhasil dan permintaan A. Thalib di tolak oleh Nakano Tyui.
September 1945 terjadi duel senjata antara pejuang dengan tentara Jepang, pertempuran ini terjadi selama dua jam 30 menit dari pukul 14.30 sampai 16.00 WSU yang mengakibatkan dua orang gugur dan dua orang luka parah. Lusanya pada bulan September 1945 tersebut, dilakukanlah penyerbuan ke markas Jepang di Komandoi oleh A. Thalib tepat pada pukul 22.00 malam. Mayat-mayat tentara Jepang yang tewas ± 20 orang , kemudian mayat-mayat tersebut di kremasi (dibakar) di daerah Sako Duo (Kayu Aro) di daerah Muara Labuh. Pada kwartal pertama tahun 1946 keluar surat keputusan presiden Sumatra Barat tentang pengangkatan H. Adnan Thalib menjadi Demang Kerinci oleh karena itu untuk mengisi jabatan ketua komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah kerinci yang lowong telah di pilih H. A. Rahman Dayah sebagai ketua KNI di daerah Kerinci.
Setelah keluarnya maklumat Wakil Presiden RI No. X tanggal 16-10-1945, realisasi maklumat Pemerintah tanggal 3-11-1945, berdirilah partai politik di Kerinci. Pada penghujung tahun1945, terbentuklah Laskar Rakyat di daerah Kerinci. Sementara itu dengan makin gawatnya situasi akibat tindakan Belanda yang bertentangan dengan persetujuan Lingkarjati, maka pemerintah Indonesia mengambil kebijakan antara lain mempersatukan semua pejuang bersenjata dibawah ini satu komando. Dengan penetapan Presiden RI tanggal 3 Juni 1947 seluruh pejuang bersenjata harus berada dalam satu wadah dan TRI di rubah menjadi TNI ( Tentara Nasional Indonesia), semua kelaskaran di bubarkan bergabung dengan TNI.
Pada tanggal 21 Agustus 1945 bala tentara Jepang Batalion Akiama Syose yang pada mulanya berkedudukan di Bukit Putus Tapan secara mendadak pindah ke Kerinci ( Sungai Penuh) dan sebagian pasukan ini di tetapkan di daerah Kayu Aro. Pada tanggal 23 Agustus 1945 A. Thalib menemui Akiyama Syose, kKomandan Pasukan Jepang itu, untuk berunding mengenai penyerahan persenjataan Jepang pada pemerintan RI. Tetapi amat di saying kan perundingan itu tidak berhasil dan permintaan A. Thalib di tolak oleh Nakano Tyui.
September 1945 terjadi duel senjata antara pejuang dengan tentara Jepang, pertempuran ini terjadi selama dua jam 30 menit dari pukul 14.30 sampai 16.00 WSU yang mengakibatkan dua orang gugur dan dua orang luka parah. Lusanya pada bulan September 1945 tersebut, dilakukanlah penyerbuan ke markas Jepang di Komandoi oleh A. Thalib tepat pada pukul 22.00 malam. Mayat-mayat tentara Jepang yang tewas ± 20 orang , kemudian mayat-mayat tersebut di kremasi (dibakar) di daerah Sako Duo (Kayu Aro) di daerah Muara Labuh. Pada kwartal pertama tahun 1946 keluar surat keputusan presiden Sumatra Barat tentang pengangkatan H. Adnan Thalib menjadi Demang Kerinci oleh karena itu untuk mengisi jabatan ketua komite Nasional Indonesia (KNI) di daerah kerinci yang lowong telah di pilih H. A. Rahman Dayah sebagai ketua KNI di daerah Kerinci.
Pada tanggal 1 Juni 1946 Komandan Batalion III Kerinci
Mayor A. Thalib di promosikan menjadi Komandan Resimen II divisi IX di Sawah
Lunto dengan pangkat Letnan Kolonel. Pada tanggal 28 Agustus 1946 Resimen II
dijabat oleh Letnan Kolonel A. Thalib menggantikan Letnan Kolonel Dahlan
Ibrahim.
Diakhir tahun 1946, Kpolisian Kerinci berubah menjadi Polisi Kabupaten Kerinci – Painan dengan pimpinannya Komisaris Klas II M. Nazir sedangkan para perwiranya antara lain adalah Inspektur II Memed dan Inspektur II Mawin . 18 desember 1947 sesuai dengan petunjuk dari Residen Sumatra Barat, maka di Kewedanan Kerinci dibentuklah Markas Pertahanan Rakyat Kewedanan Kerinci atau di singkat (MPRK), dengan komandannya langsung Kapten Marjisan Yunus, setelah tahun 1948 baru diserah terimakan dengan Letda Muradi.
Saat menjelang penyerahan kedaulatan oleh Belanda di Kerinci, para bekas Angkatan Perang dan Gerilya yang tersebar seluruh pelosok Kerinci, membentuk satu organisasi yang bernama Persatuan Ex Angkatan Perang RI (PAPRI). Peristiwa penyerahan Belanda di Sungai Penuh ialah dalam rangka melaksanakan perintah Panglima Divisi IX Brigade Banteng TNI Sumatra Tengah, yang menginstruksikan kepada Letkol A. Thalib berangkat keibukota Kabupaten PSK. Untuk menerima penyerahan wilayah Kerinci dari tangan Belanda ketangan Kerinci.
Perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan RI, telah menjelmakan Bumi Sakti Alam Kerinci menjadi sebuah kabupaten. Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Kerinci selama revolusi fisik, memiliki berbagai corak perjuangan yang heroik. Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag telah melenyapkan impian Belanda untuk menjajah kembali Indonesia, dan Bumi Alam Kerinci kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagai daerah merdeka dibawah RI. Demikianlah sejarah perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Diakhir tahun 1946, Kpolisian Kerinci berubah menjadi Polisi Kabupaten Kerinci – Painan dengan pimpinannya Komisaris Klas II M. Nazir sedangkan para perwiranya antara lain adalah Inspektur II Memed dan Inspektur II Mawin . 18 desember 1947 sesuai dengan petunjuk dari Residen Sumatra Barat, maka di Kewedanan Kerinci dibentuklah Markas Pertahanan Rakyat Kewedanan Kerinci atau di singkat (MPRK), dengan komandannya langsung Kapten Marjisan Yunus, setelah tahun 1948 baru diserah terimakan dengan Letda Muradi.
Saat menjelang penyerahan kedaulatan oleh Belanda di Kerinci, para bekas Angkatan Perang dan Gerilya yang tersebar seluruh pelosok Kerinci, membentuk satu organisasi yang bernama Persatuan Ex Angkatan Perang RI (PAPRI). Peristiwa penyerahan Belanda di Sungai Penuh ialah dalam rangka melaksanakan perintah Panglima Divisi IX Brigade Banteng TNI Sumatra Tengah, yang menginstruksikan kepada Letkol A. Thalib berangkat keibukota Kabupaten PSK. Untuk menerima penyerahan wilayah Kerinci dari tangan Belanda ketangan Kerinci.
Perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan RI, telah menjelmakan Bumi Sakti Alam Kerinci menjadi sebuah kabupaten. Perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Kerinci selama revolusi fisik, memiliki berbagai corak perjuangan yang heroik. Konfrensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag telah melenyapkan impian Belanda untuk menjajah kembali Indonesia, dan Bumi Alam Kerinci kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi sebagai daerah merdeka dibawah RI. Demikianlah sejarah perjuangan rakyat Kerinci mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.
Komentar
Posting Komentar